REFRESHMENT

Dear sahabat blogger,

Bulan April, bulannya RA Kartini, bulannya tonggak kelahiran emansipasi kaum perempuan. Di bulan April pula semestinya patut menjadi kesyukuran bersama bagi kita di negri ini, bahwa berkat Kartinian, maka mata kita kembali di-refresh oleh pemandangan apik tentang betapa kaya dan beragamnya budaya nusantara – bumi pertiwi kita. Ya, darimana lagi bila bukan dari pakaian adat yang dikenakan putera dan puteri kita, termasuk para pegawai instansi / lembaga / perusahaan swasta, dan para pewarta di televisi.

Selain Kartinian, bulan April juga menyimpan keunikan. Ya, saya sebut unik karena adanya perayaan sedikit bernuansa gaul yang bila kita termasuk yang mengamininya pasti tidak asing bagi kita, yaitu April Mop; ya moment di mana setiap keisengan, kejahilan dan bahkan kebohongan mendapatkan pengakuannya dan pemakluman untuk dilakukan.

Ya, itulah April. April 2018, bulan dimana berita masih disesaki oleh berita yang itu-itu saja genrenya, itu-itu saja topiknya, dia lagi dan mereka saja lagi yang tampil diwartakan, termasuk adegan buka-bukaan “balon pemimpin bangsa” berikut dikotomisasinya partai politik oleh pelaku politik sepuh yang semakin menjauh dari sang damai. Di bulan April 2018 pula saya untuk pertama kalinya sejak terakhir kali jejak saya tinggalkan bulan Januari 2018 lalu.

Yuuk mumpung masih bulan keempat, dan demi menyambut kedamaian bulan Ramadan dan demi berjumpa hari lebaran dengan hati yang berbahagia. Yuuk, kini saatnya – di bulan April 2018 juga … iyaaaaaa di bulan April ini.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Mari bersatu dalam puisi, kita refresh jiwa dan raga kita di kota Tegal, Jawa Tengah. Mari kita rayakan kemerdekaan kita dalam keberagaman.

Kapaaaan ? Catat ya … tanggal 27-28 April 2018 di Kota Tegal.

Hayuuuk, mumpung masih ada waktu. Buruan ya. Don’t miss it.

 

Salam Sadhana

Ben Sadhana

 

Writer or Author ?

Dear Pembaca,

Dalam beberapa waktu lalu saya menuliskan sebuah status di facebook saya terkait perbedaan dari “Writer” dan “Author”. Status yang langsung memunculkan beberapa pertanyaan, teristimewa tentang sebutan Author yang (mengapa) lebih pas dikaitkan / disandang oleh mereka yang condong kepada kepenulisan fiksi (katakanlah cenderung sastra). Komentar-komentar susulan yang masuk, salah satunya menanyakan sastra itu yang seperti apa, kok kelihatan sulit ya 🙂

Dalam kesempatan ini saya ingin sedikit memposting kembali status saya di facebook saya, tentang apa itu parameter sebuah tulisan (prosa) sehingga digolongkan sebagai karya sastra, sebagai berikut.

Dalam menulis, saya tidak pernah berpikir mau jadi apa tulisan saya nanti, atau adakah pakem yang telah saya abaikan dan langgar sehingga justeru apa yang saya tuliskan akan menjadi polemik di kemudian hari. Bukannya saya sengaja bebal dan tidak peduli dan atau mati rasa, bahkan.

Saya cuma berpikir simpel, saya berawal dari kepapaan ilmu dalam dunia kepenulisan. Yang saya tahu, saya senang nulis dengan gaya yang kata mereka yang mengenal saya, bahwa setiap untaian kata baik dalam status maupun ucapan lisan saya itu unik dan ada rasa nyastra. Ya, itu saja.

Namun demikian, saya juga anti keributan, karenanya selain sekedar menuliskan apa yang saya pikirkan, semua tulisan saya bisa dipastikan mengalami evaluasi diri yang melalui tahapan : tulis – baca sendiri – cek nilai rasa – koreksi – sesuaikan – evaluasi nilai rasa kembali. Sering tidak serta merta langsung saya posting atau kirim ke perlombaan atau materi kurasi. Karena saya yakin, satu saat pasti perlu touch up atas tulisan-tulisan saya itu, sehingga saat pada akhirnya saya rilis, saya benar-benar plong dan merasa jiwa saya turut serta ada di dalam tulisan itu.

Seorang penulis punya ego, tapi di luar dirinya tetap berlaku juga tatanan dan kaidah yang harus dipenuhi, dan setiap penulis harus tunduk. Ada parameter-parameter yang menjadi patokan, khususnya untuk karya prosa, yaitu :

1) Harus hidup dan sehat; maksudnya tulisan harus memiliki jiwa dalam hal ini “konflik”, semakin tajam konflik, makan akan semakin kuat dan unggul sebuah karya prosa. Konflik yang memikat apabila langsung menohok ke persoalan manusia paling hakikiah, seperti cinta, politik, intrik, kekuasaan. Jiwa kedua yaitu ” alur cerita”, sebab tanpa alur, cerita tentu akan menjadi sulit diikuti. Jiwa ketiga adalah “deskripsi”, menyangkut penokohan yang kuat atas tokoh-tokoh dalam cerita, latar (setting), serta deskripsi lain pendukung cerita misal ipoleksosbud (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya) dan / atau adat istiadat.

Selain jiwa, sebuah karya prosa harus meniliki raga. Raga paling utama adalah kalimat yang komunikatif, efektif, serta mengikuti kaidah minimal EYD. Tentu prosa dalam hal ini berbeda dengan puisi yang tumpuannya berbasis pada kata, bukan larik (kalimat). Kalimat yang baik ialah yang didukung teknik bercerita. Apalah arti konflik tajam, bila tidak didukung kalimat dan teknik bercerita yang baik.

2) mengandung amanat memuliakan nilai humanisme yang paling luhur, yaitu antara hidup dan mati. Karya yang baik bukan semata menjadi hiburan, tetapi sekaligus tuntunan bagi pembacanya. Karenanya penulis dipaksa untuk melepaskan egonya demi mengedepankan nilai-nilai humanis yang hakiki.

3) mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang kontekstual yang lahir dari penghayatan budi pekerti manusia terhadap sosiogeokultural.

Demikian uraian ini di-sharing-kan. Tentang apa itu prosa, dan apa saja karya-karya prosa, silakan bisa dirujuk sebagaimana tautan iniatau ini.

 

Salam literasi.

 

Ben Sadhana

PEREMPUAN DI BALIK JUBAH

 

Dear Pembaca,

 

Berat kulangkahkan kaki. Semarak gereja menyambut kehadiran umat tak juga mampu menyaput gundah yang menggelayuti hatiku. Ya, ini tahun kesembilanku setelah menikah ke gereja menyambut natal tanpa disertai istri dan anakku. Toh kesendirian yang harus kuterima sebagai konsekuensi pilihanku.

Gunung bukit bermadah puji | hutan rimba bersorak sorai karna Tuhan hampir tiba, berkuasa , alleluya. Khidmat syair madah Gunung Bukit Bermadah Puji mengalun. Seketika kurasakan sejuk menguasai gereja. Kusaksikan dengan kelu dari bangku segenap umat dengan khidmat berbaris hendak menyambut tubuhNya. Aku sendiri tetap duduk, tidak bangkit menyambut tubuh Kristus karena “tidak layak”.

Dengan membuat tanda salib sebelum berbalik meninggalkan misa. Langkahku terhenti di ambang pintu gereja, saat di antara kerumunan umat yang hendak pulang dan akan hadir misa kedua, kulihat sesosok yang pernah sangat kukenal. Dia juga kaget ketika mata kami bersitatap. Aku tergagu ketika dia menghampiriku, mengulurkan tangannya. “Hai apa kabar?” sapanya. “Baik,” jawabku singkat – kunikmati kecantikannya yang masih tetap terjaga di balik balutan pakaian biarawati. “Kamu sekarang …” kata saya belum usai yang langsung dijawabnya, “iya, aku tanggapi panggilanku,” katanya. Hingga akhirnya sebelum kami berpisah, “maafkan aku ya waktu itu kutolak pinanganmu,” katanya. “Iya, aku paham sekarang,” kataku yang dibalasnya dengan sebuah anggukan anggun. “Pram!” katanya setengah berteriak ketika aku hampir melangkah keluar gerbang gereja. Lanjutnya kemudian : “Terimakasih juga, dulu sudah kenalkan aku kepada Kristus.” Kulambaikan tanganku, “Selamat Priska, selamat berkarya di ladang Tuhan.” Kulihat senyum kembali mengembang di parasnya, senyum yang sangat manis.[]

 

Salam hangat

Ben Sadhana

Pentigraf ini termasuk karya yang terdapat dalam buku “Semangkuk Sup di Malam Kudus”

Mawar dalam Sup Hangat

Dear Pembaca,

Satu lagi persembahan kasih dari KPKDG untuk penutup 2017 dan pembuka 2018.

Saat Natal tlah menjelang. Peristiwa kelahiran menjadi satu moment penting yang paling dinantikan. Kelahiran Yesus Kristus, terlebih kedatanganNya kembali bagi kita yang percaya, sudahkah kita menyiapkan diri menyongsongNya?

2 (dua) buku karya pena dari Ben Sadhana a.k.a. Benedikt Agung Widyatmoko, dkk dari Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias (KPKDG), siap menjadikan momen natal yang paling tidak terlupakan, natal dan tahun baru paling indah dan hangat bersama orang-orang terkasih.

Pastikan dua buku berikut hadir dalam natal dan tahun baru sahabat pembaca yang terkasih. 🙂

Ayo ….

Semangkuk Sup di Malam Kudus

“Semangkuk Sup di Malam Kudus”, sajian istimewa dengan menu rupa rupa puisi dan cerita pendek terpilih seputar natal di dalamnya, siap hadir menghangatkan Natal yang indah bersama orang orang terkasih

Dilaunching tanggal 15 Desember 2017, buku terbitan Lingkar Antarnusa yang berukuran 14 x 21 cm, dengan jumlah halaman 362 sudah bisa dipesan, cukup dengan pengganti biaya cetak Rp. 85.000,00 + ongkos kirim.

P.S. Sssstttt … Ada 3 menu istimewa racikan Om Ben Sadhana lho di dalamnya 😉

24068656_10211500800575909_4418253327302516533_o

Mawar Untuk Gereja

Berisi puisi puisi pendek devosi kepada Bunda Maria.

Dilaunching tanggal 20 Desember 2017, buku terbitan Kosa Kata Kita yang berukuran 13.5 x 20.5 cm, dengan jumlah halaman 200 sudah bisa dipesan, cukup dengan pengganti biaya cetak Rp. 70.000,00 + ongkos kirim.

 

24255004_10211520856757301_3810785900597633218_o

Ayo, kepada yang mau kasih kado istimewa kepada someone specialnya, untuk natalan / tahun baru / valentine day. Monggo pesan dan order sekarang, sudah bisa ya.

Saluran PM, WA, Line, Telegram dibuka 24 jam. Pokoknya pesan dan order ya 👉 ke Mas Ben, di nomor 081803107847 😉

Terimakasih.

 

Salam literasi

Ben Sadhana

[Buku] LELAKI YANG TUBUHNYA HABIS DIMAKAN IKAN-IKAN KECIL

Dear Pembaca,

Dengan rasa syukur, kembali Mas Ben infokan adanya buku baru yang di dalamnya ada karya pena Mas Ben. Kali ini bertajuk “Antologi 25 Cerpen Pesisir Nusantara”. Sebagaimana judulnya, buku ini berisi 25 cerita pendek dengan topik seputar kondisi sosial, ekonomi serta permasalahan yang ada di daerah pesisir.

Buku ini menjadi menarik, karena para penulisnya mengambil perspektif yang berbeda dalam bercerita, meski dengan sentral topik yang sama. Diperkuat dengan latar para penulisnya yang beragam; wartawan, esais, sastrawan, penyair dari tingkatan generasi yang berbeda. Karenanya bila disejajarkan dengan karya lukis, maka dalam buku ini, pembaca akan dipertemukan dengan karya yang beraliran realis hingga surealis.

Penasaran, silakan bagi yang berminat bisa menghubungi langsung Mas Ben. Kebetulan saat ini tersisa 5 (lima) eksemplar di Mas Ben, yang bisa dipesan oleh pembaca yang ingin menambah koleksi perpustakaan keluarganya 🙂 Monggo.

23550317_10211423089713186_4124708517857648789_o

Spesifikasi buku :

Judul : “Lelaki yang Tubuhnya Habis Dimakan Ikan-ikan Kecil

Dimensi    : 13,5 x 20 cm
Halaman  : xxi + 220
Penerbit   : Rumah Pustaka
ISBN           : 978-602-5557-08-8

 

Salam Literasi

Ben Sadhana

Sudut-sudut dan Sisi-sisi Pesona Kabupaten Semarang

Dear Pembaca,

 

Sebagaimana dalam ulasan saya sebelumnya tentang pesona Ungaran dan Kabupaten Semarang, yang salah satunya melalui Lokawisata Siwarak. Maka tidaklah adil rasanya bila kita tidak pula mengungkap daya-pesona Ungaran dan sekitarnya di kawasan Kabupaten Semarang dari sekian banyak sudut pesonanya.

Kabupaten Semarang identik dengan gunung Ungaran, sudah pasti kesegaran udara yang sejuk menjadi keunggulan komparatifnya tersendiri. Ya, Ungaran dan daerah sekitarnya memang termasuk sejuk, jauh lebih sejuk daripada kota Semarang-nya sendiri 🙂

Sebagaimana wialayah di area pegunungan lainnya, demikian pun Ungaran dan sekitarnya dipastikan menyimpan banyak potensi alam yang memesona. Setelah lokawisata Siwarak, masih terdapat pula di wilayah kita ini destinasi wisata lainnya; lokasi lain yang tidak kalah menarik, bahkan beberapa diantaranya lebih fenomenal karena selain lebih dikenal, juga faktor history yang membangunnya hingga menjadi begitu terkenal dan menangguk animo wisatawan untuk mengunjunginya.

Sebut saja :

  • Air terjun Semirang di Desa Gogik, Ungaran yang berjarak sekitar 5 kilometer dari kota Ungaran atau lebih tepatnya lagi sekitar 25 kilometer dari kota Semarang.

  • Wisata Bukit Cinta yang terletak di Desa Rawapening, Kecamatan Banyubiru dengan panorama Rawa Pening yang mempunyai hamparan air membiru serta pesona hijaunya bukit Brawijaya,

bukit-cinta-semarang-lihat.co.id

 

  • Kawasan Wisata Umbul Sidomukti merupakan salah satu wisata alam pegunungan di Semarang, berada di desa Sidomukti kecamatan Bandungan kabupaten Semarang. Kawasan wisata ini dengan didukung fasiltas & Servis: Outbond Training, Adrenalin Games, Taman Renang Alam, Camping Ground, Pondok Wisata, Pondok Lesehan, serta Meeting Room.
  • Vanaprastha Gedong Songo Park berada di kompleks Candi Gedong Songo, lereng Gunung Ungaran Kabupaten Semarang. Dengan suhu rata-rata 19 sampai 27 derajad celcius dan berada pada ketinggian 1.200 meter diatas permukaan laut. Rumah kayu jati yang telah berumur lebih dari satu abad, pada masa lalu digunakan sebagai guest house atau kantor resmi Kehutanan pada jaman pemerintahan Hindia Belanda.

vanaprasta-gedong-songo-cakrawalatour

  • Air Terjun Kali Pancur, berada di Desa Nogosaren, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, sekitar 14 km sebelah barat Kota Salatiga. Untuk menuju lokasi ini mata akan dimanjakan dengan eloknya keindahan alam lereng gunung Telomoyo dan Gunung Merbabu. Namun sayangnya untuk sementara ini, untuk ke lokasi baru bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi karena belum ada angkutan umum tersedia.
  • Kampung Seni Lerep, sebuah komunitas budaya yang berada di sebuah desa yang berhawa sejuk di lereng Gunung Ungaran dengan ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut. Bukan hanya sebuah wahana pengelanaan budaya, nguri-nguri dan mamaknai seni bukan sekadar sebagai warisan budaya saja, namun lebih dari itu, untuk bisa menjadi lahan persemaian berbagai buah pikiran, dan proses pengejawantahan pikiran, hingga memaknai sebuah proses kerja budaya sebagai ‘human intellectual work’.
  • Candi Gedong Songo, sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu peninggalan abad IX Masehi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut (suhu berkisar antara 19-27 °C). Kompleks candi ini berada di lereng Gunung Ungaran, tepatnya di Candi Gedongsongo, Dusun Darum, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Gedong Songo berasal dari bahasa Jawa, “Gedong” berarti rumah atau bangunan, “Songo” berarti sembilan. Jadi Arti kata Gedongsongo adalah sembilan (kelompok) bangunan.

 

  • Curug Benowo terletak di Lereng Gunung Ungaran, Desa Kalisidi Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Curug dalam Bahasa Jawa berarti Air Terjun. Eksotisme Curug Benowo ini mungkin sulit unutk dicapai orang kebanyakan, karena tempatnya benar benar alami, jalannya setapak, naik turun, mungkin hanya direkomendasikan pada para pecinta alam atau mereka yang suka tantangan, tidak untuk kebanyakan orang apalagi rekreasi keluarga. Dibalik capeknya medan menuju lokasi akan terbayar oleh keindahan pesona alam curug Benowo ini dan Pemandangan Air Terjun yang Eksotis. Di dekat Curug Benowo ini juga terdapat curug lainnya, yaitu Curug Lawe yang tak kalah indahnya.
  • Wisata Alam Wana Wisata Penggaron, terletak sekitar 2 km arah Kota Ungaran atau sekitar 18 km arah Selatan Kota Semarang. Wana Wisata ini adalah salah satu hutan binaan Kesatuan Bisnis Mandiri Wisata, Benih dan Usaha Lain (KBM WBU I) Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Masyarakat sekitar Semarang biasa memanfaatkan Wana Wisata Penggaron ini untuk berbagai aktivitas. Mulai dari olah raga, jungle tracking, outbound training, latihan SAR dan Pramuka, rekreasi, hingga penelitian dan kepentingan ilmu pengetahuan lainnya. Selain lokasinya yang sangat dekat dengan kota, Wanawisata Penggaron juga memiliki koleksi hidupan liar terutama burung yang cukup banyak dan menarik. SBC mencatat setidaknya ada 97 spesies yang terdapat dalam wanawisata tersebut. Dengan beberapa spesies yang menarik seperti Merak Hijau, Elang Ular Bido, Kadalan Birah, Kadalan Kembang dan beberapa raptor migran.

wisatapenggaron-exploresemarang

  • Bandungan, terletak sekitar 7 kilometer dari Ambarawa atau 12 kilometer dari kota Ungaran atau sekitar 23 kilometer dari kota Semarang. Berbagai fasilitas wisata alam seperti jogging track, kolam renang mata air dan lapangan tennis, dilengkapi dengan pemandangan pegunungan indah. Tak lupa tempat ini menyediakan pasar bunga, sayur dan buah segar bagi para pengunjung. Bandungan juga menyediakan tempat konferensi, perkemahan serta tempat peristirahatan baik hotel berbintang maupun hotel melati.

bandungan-nus3tara

  • Selain itu masih ada juga wisata edukasi dan history yaitu Monumen Palagan Ambarawa dan Stasiun Kereta Api di Ambarawa, dan Benteng Pendem Ambarawa (Benteng Fort Willem I).
  • Untuk yang suka wisata Religi, di Ambarawa juga ada Gua Maria Kerep.

gua-maria-kerep-ambarawa_seputarsemarang

Ok, puas jalan-jalan di Kabupaten Semarang, terus capek ? letih ? lelah ? lesu ?

Jangan kuatir, di Ungaran dan kabupaten Semarang banyak destinasi wisata kuliner yang bisa dijajah sebagai pelampiasan. Tercatat : Sate Sapi Pak Kempleng, Gudeg Koyor, Tahu Bakso, Gudeg Nglaras Rasa yang legendaris sejak tahun 1965 itu, semua tersedia.

Jadi pokoknya, setelah mata dan kaki lelah berpiknik, perut terpenuhi oleh kulinernya yang beragam, jiwa dan raga dijamin puas sepuas-puasnya … membangkitkan tuman kembali ke Ungaran dan Kabupaten Semarang.

Ok, jadi begitulah kisah petualangan litera kita tentang Ungaran dan Kabupaten Semarang , sebagaimana dalam 2 (dua) telah dengan berurutan dicatatkan di  Rumah Sadhana ini, menindaklanjuti dan atau dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Kabupaten Semarang.

 

Salam sapta pesona

Ben Sadhana

 

Catatan : Sumber gambar sebagaimana tertulis di nama file (ekstensi gbr). Gbr. Bukit Cinta dari lihat.co.id, Vanaprastha dari cakrawala tour, Wanawisata Penggaron dari exploresemarang, Bandungan dari nus3tara.co.id, Gua Maria Kerep dari seputarsemarang.

Lokawisata Tirto Argo Siwarak – Satu Diantara Pesona Alam Ungaran

Dear Pembaca,

Ketika anak kami yang masih duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar, sedang bermanja-manja kepada saya dan ibunya – mendadak mengatakan : “Pak, kenapa kita tidak pindah saja ke kota yang banyak tempat pikniknya ?”. Entah darimana ide itu terpantik, saya klok tiba-tiba saja menyebutkan Ungaran. “Bagaimana kalau kita ke Ungaran saja?” Pertanyaan saya yang langsung berlanjut antusias darinya. “Banyak tempat piknik ya Pak di Ungaran?” tanya anak kami seketika.

Istri saya yang mendengar, menimpali, “nek kelakon tenan, kapok. Boyongan meneh.” Kata-katanya yang saya jawab sambil terkekeh, “Yo rakpopo, sopo ngerti rejekine anak lanang nang Ungaran. Bapak yo lagi golek-golek gawean meneh kok yo Le.”

Ya, saya mendadak teringat kepada Ungaran. Kenangan tentang Ungaran paling melekat pada saya yaitu ketika masih kecil, saya berdua bersama adik laki-laki saya berkesempatan diajak berekreasi ke kolam pemandian Siwarak. Sebagai anak kecil, baru tahu mau diajak jalan-jalan saja sudah bisa dibayangkan, betapa tiada taranya kegirangan kami, belum lagi ditambah rekreasinya di luar kota – waah, tampah berlipat-lipat kebahagiaan kami, plus sampai di lokasi diperhadapkan pada wahana air … sudah deh tidak perlu dijelaskan lagi, bagaimana “liarnya” kami dua bocah kecil ketika itu. Adik saya langsung nyemplung klebus ke kolam, sementara yang takut berenang, sudah tak terkira bahagianya mencelupkan kedua kaki saya ke dalam kolam, menikmati sejuknya alam Siwarak.

Tidak terlalu istimewa bila kita cuma bicara dari sisi air dan kolam plus papan prosotan yang berliku-liku itu – toh wisata wahana air sudah marak saat ini dengan segala fasilitasnya di beberapa daerah di Indonesia ini. Tapi daya pikat yang tiada tara – yang saya percayai hingga saat ini meski saya belum banyak menjelajahi wisata alam air, di Siwarak ini menjadi istimewa karena didukung pesona lokasi dan lingkungan sekitar dan dan di dalamnya. Bernuansa hutan pinus yang rimbun, sudah sangat cukup menjadikan kawasan wisata ini penuh pesona.

Mengingat kembali Ungaran dan Siwarak, membangkitakan kepenasaran saya untuk tahu lebih banyak tentang Siwarak ini. Maka saya upreg-lah internet, dan berkat jasa kebaikan google atas kemurahatian datanya, bersukalah saya atas data yang saya peroleh.

Taman wisata Siwarak, berjarak sekitar 2 kilometer dari kota Ungaran atau sekitar 23 kilometer dari kota Semarang,  Kolam renang Tirto Argo – lebih dikenal dengan nama Siwarak karena lokasinya yang terletak di Desa Siwarak, tepatnya di Jl. Nyatnyono, Siwarak, Ungaran, Kabupaten Semarang Jawa Tengah ini diresmikan pada 8 Agustus 1968. Selain karena suasananya sejuk, adem dan lokasinya relatif dekat dengan pusat kota, konon air kolamnya termasuk sangat bersih dan rendah kaporit, karena sumber airnya berasal dari mata air Gunung Ungaran.

Didukung dengan kemudahan akses dan fasilitas yang tersedia di dalamnya, menjadikan kolam Siwarak sangat menarik dan nyaman dikunjungi. Dulu saja pada saat kami kecil, masih jelas sekali dalam ingatan kami, sarana kamar mandi dan peturasan yang tersedia jumlahnya cukup dan bersih. Bahkan ada juga tempat penitipan barang, bila pengunjung terlanjur membawa tentengan yang gede-gede yang tidak mungkin dibawa-bawa sepanjang waktu di kolam, bisa dititipkan dengan aman 🙂

Bagi Anda yang bermaksud berwisata ke sana, berikut sebagai sekilas info kolam wisata Siwarak dapat dijelaskan sebagai berikut :

Alamat

Jl. Tirto Argo RT.04 / RW.08 Nyatnyon, Ungaran Barat, Jawa Tengah.

Jam buka

kecuali Selasa dan Rabu (Tutup), Kolam Siwarak dibuka mulai jam 06.30 – 17.00 bbwi.

HTM

Rp. 15.000,- per orang. Rombongan sebanyak lebih dari 30 orang akan mendapat diskon sebesar 10%

Kontak

0812-2927-2707 (edy.tedjos@yahoo.com)

Website

http://kolam-renang-tirto-argo-siwarak.business.site

Jadi demikian nostalgia maya saya tentang jalan-jalan wisata saya ke Siwarak – Ungaran. Ungaran, tempat yang dengan nuansa ngangeni, selain tentu saja kota kelahiran saya Yogyakarta 🙂

Masih ada yang ingin saya ulas terkait dengan Ungaran, tentang potensi dan pesonanya : alam, wisata dan ragam kulinernya. Untuk lebih lanjutnya, akan saya uraikan pada tulisan berikutnya ya 🙂

Akhir kata, selain memberikan gambaran singkat tentang pesona alam alam dan lokawisata Siwarak di Ungaran, tulisan ini didedikasikan dan dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Kabupaten Semarang.

 

Salam Sapta Pesona

Ben Sadhana

 

Note : gambar diambil dari berbagai sumber dan web http://kolam-renang-tirto-argo-siwarak.business.site

PADA DETIK TERAKHIR

Dear,

PADA DETIK TERAKHIR, demikianlah tajuk buku Kumpulan Cerpen Duet yang akan diluncurkan di Semarang pada 11 Nopember 2017 yang akan datang ini.

Barangkali istilah cerita pendek (cerpen) sudah cukup jamak dikenal, namun bagaimana halnya dengan Cerita Pendek Duet ? Apa maksudnya ?

Ya, cerita pendek duet adalah sebuah cerita pendek yang dibangun dan dikerjakan oleh dua orang cerpenis (penulis). Kedua penulis, menuangkan imajinya secara liar — ya liar, karena keduanya sama sekali tidak sedang berada di tempat dan waktu yang sama. Kisah cerpen duet ini dikerjakan secara tandem bergantian paragraf per paragraf. Jadi melalui kalimat-kalimat yang tersaji pada paragraf pertama-lah cerita itu selanjutnya mengalir secara alamiah dan liar seturut imaji masing-masing penulisnya. Kedua penulis juga tidak saling menebak akan adanya tokoh-tokoh baru yang kemudian muncul di perjalanan kisah maupun yang dihilangkan dalam pertengahan kisah. Kedua penulis sama-sama tidak bisa menebak ending cerita yang sedang digarap berdua, maupun kelanjutan / kejutan-kejutan yang akan disajikan oleh penulis pasangannya di setiap poragrafnya.

Kunci keberhasilan cerpen duet ini yaitu terletak pada kekuatan paragraf pertama yang menjadi kunci tersajinya alur cerita yang apik dengan segala konflik yang terbangun di dalamnya, tentu juga didukung oleh kuatnya karakter para tokoh cerita yang diciptakan oleh kedua penulisnya — penulis yang dipertemukan dalam proyek cerpen duet, yang bahkan sebelumnya tidak pernah bertemu atau saling kenal satu dengan lainnya. Menarik bukan ?

22553189_10211221587995769_1960192612047709682_o

Buku Antologi Cerpen Duet “Pada Detik Terakhir”, menampilkan 40 kisah cerpen duet terpilih dari 34 penulis, yaitu : Tengsoe Tjahjono, Benedikt Agung Widyatmoko (Ben Sadhana), Julia Utama, Alfred B. Jogo Ena, Deny Ketip, BE Priyanti, Tantrini Aandang, Maria Lupiani, Yusup Priyasudiarja, Johny Barliyanta, Irene Roostini, Yosep Margono, Iskandar Noe, Caecilia Joel, Celly Kwok, Demitria Budiningrum, Robertus Sutartomo, Adrian Diarto, Megawati Lie, Agnes Kinasih, Emmelia Meitry, Eulalia Adventi Kesiyanti, Pak Kokok, Sri Widati, dkk.

Sebuah buku yang sangat layak dibaca dan menjadi koleksi, khususnya mereka para penikmat sastra.

Tunggu apa lagi ?

Buku apik dengan spesifikasi :

  • Harga Rp. 120.000,00 (seratus duapuluh ribu rupiah) + ongkos kirim
  • Ukuran : 14×21 cm
  • Jumlah halaman : 448
  • Penerbit : Bajawa Press

Telah bisa dipesan awal (Pre-order), langsung melalui Nomor WA/Telegram/Line : 081803107847.

Selamat menikmati 🙂

 

Salam,

Ben Sadhana

 

BATIK LEGACY

Dear,

Batik, siapa yang yang tidak kenal ? Ada yang tidak suka batik ? 🙂 – Tentunya semua suka dan cinta batik ya 🙂

Ya, Semua orang tersirep oleh pesonanya. Begitu dahsyatnya daya pikat batik tidak terbantahkan lagi. Tentunya masih belum hilang dari ingatan kita, bagaimana Malaysia negara jiran kita yang dengan terang-terangan mengklaim dan mengakui bahwa batik merupakan warisan budaya / milik negara Malaysia. Yang setelah melalui perjalanan panjang sejak tahun 2003, pada akhirnya, tahun 2009 Batik Indonesia secara resmi diakui UNESCO dengan dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah (Fourth Session of the Intergovernmental Committee) tentang Warisan Budaya Tak-benda di Abu Dhabi.

UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal, bayi digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kain batik.

Batik yang semula pada awal keberadaannya hanya terbatas pada lingkup keluarga dan kegiatan kerajaan, dalam perkembangan masa telah mengalami beberapa tahapan asumsi, mulai dari bahwa batik adalah pakaian para orang sepuh, kemudian hanya untuk keperluan formil, hingga pada masa kini batik telah mempu diterima dan menjadi kebanggan segala usia yang mengenakannya. Termasuk menjadi standar pakaian kerja yang wajib dikenakan setiap hari Jumat. Kita akan dengan mudah menemukan gerai maupun butik batik di pusat-pusat grosir atau pusat perbelanjaan mulai dari yang tradisional hingga moderen.

Masyarakat pada awalnya yang hanya mengenal  Batik Jogja, Batik Solo, dan Batik Pekalongan, kini hampir semua kota dan daerah di Indonesia memiliki batik dengan khas coraknya masing-masing. Bahkan Bogor yang terkenal sebagai kota fashion dengan deretan factory outlet yang menjamur, kini memiliki batik ciri motif hujan gerimis. Daerah pesisir juga dengan bangga memiliki batiknya. Sebut saja Lasem, Cirebon, Indramayu, Madura, Tuban sudah memiliki batik dengan kekhasannya – termasuk kampung-kampung batik yang dikelola dengan apik.

Batik, dari motifnya sendiri terdapat beberapa motif tradisional (pakem) sejak awal perkembangannya. Tentu saja semua motif / corak tersebut memiliki riwayat historis dan makna filosofisnya masing-masing, yaitu :

  • Sida Mukti : Harapan untuk meraih kebahagiaan lahir dan batin
  • Sida Luhur: Harapan mencapai kedudukan yang tinggi dan menjadi panutan
  • Sida Asih: Harapan akan kasih sayang terhadap sesama
  • Semen Rama: Kehidupan yang makmur
  • Sekar Jagad: Keberagaman dunia dan keindahan
  • Kawung Picis : Umur panjang dan kesucian
  • Truntum : Cinta Bersemi, (arti lain: menuntun)
  • Babon Angrem: Kesabaran dan kasih sayang layaknya induk ayam yang mengerami telur
  • Pringgondani: Prenggondani adalah kesatriyan tempat tinggal Gathot Kaca
  • Tambal: Menambal atau memperbaiki hal yang rusak
  • Irian : Isnpirasi tokoh batik di Imogiri akan kedatangan orang Irian
  • Sri Kuncoro (Truntum Sri Kuncoro): Dari kata tumaruntum saling menuntun, dapat dimaknai lain dari kata tuntum yang berarti tumbuh atau bersemi
  • Udan Liris: Ketabahan dan prihatin menjalani hidup
  • Buntal: Semangat persatuan dan kesatuan
  • Keong Renteng: Dapat dimaknai ikatan yang kokoh dan kuat
  • Wahyu Tumurun: Turunnya wahyu atau anugerah
  • Manggaran: Sering disebut Sigar Semangka di Giriloyo, motif yang berasal dari masa kerajaan Majapahit
  • Gegot: Berawal dari kata Gegoro yang berarti awal mula, harapan hidup berumah tangga dengan prinsip yang kuat
  • Bantulan: Makna Geografis Bantul Yogyakarta
  • Adi Luhung: Bernilai tinggi (seni dan budaya)
  • Parang Rusak: Karang yang terkikis (erat kaitannya dengan pertemuan Sultan dan Ratu Kidul, motif ini hanya untuk raja dan kalangan bangsawan)

Sementara dari sisi kontemporer, terdapat motif-motif :

  • Pisang Mas
  • Polkadot
  • Kunir Pita
  • Kanthil
  • Mega Mendung
  • Senandung Cinta
  • Merak, dan
  • Anggur

Lalu bagaimana dengan Mas Ben sendiri, apakah juga mencintai batik ?

Oh tentu saja, batik bagi saya adalah belahan jiwa kedua setelah istri saya. Saya dengan bangga akan mengenakan batik dalam aneka kesempatan, termasuk pada suatu ketika saya bersama dengan kawan-kawan merayakan gembira dengan karaoke bersama di sebuah franchise rumah karaoke. Bagi saya pribadi, batik selain memberikan efek keren, batik juga luwes dan mampu memberikan aura pas dalam setiap kesempatan baik resmi, semi resmi maupun non resmi. Saya memakai batik tidak perlu menunggu hari Jumat atau tanggal 2 Oktober, karena bagi saya setiap hari adalah hari batik 🙂

Jadi, meskipun baru besok (2 Oktober) baru diperingati sebagai hari Batik Nasional, tanggal 1 Oktober saya sudah mendahului menuliskan kesaksian saya tentang kebanggan akan batik – karena kebanggan dan kecintaan saya akan batik.

Ayo kita warnai hari-hari indah dan bermakna kita dengan batik.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Selamat hari batik nasional 🙂

 

Salam

Ben Sadhana

 

Referensi :

  1. http://www.antaranews.com/berita/156389/batik-indonesia-resmi-diakui-unesco
  2. http://batik.or.id/
  3. http://www.winotosastro.com
  4. http://batikgiriloyo.com/

KASET-KASETKU SAYANG

“Apa to itu Mas Ben ?” tanya Jeng Arum ketika dilihatnya Mas Ben mengeluarkan sebungkusan platik dari dalam kulkas.

“Eh ini, kaset Jeng.” Jawab Mas Ben dengan tetap tangannya menepuk-nepuk bungkusan membuang embun es yang menempel di plastik.

Mas Ben beranjak dan menuju kamar, tak lama kemudian terdengarlah nada lagu lama kesukaan Mas Ben diiringi teriakan girang Mas Ben, “horrreeeee bissssaaaaa”

Jeng Arum yang tengah asyik memimbing belajar Gus Atya, tergopoh-gopoh menuju kamar menemukan Mas Ben sedang girang gemirang di depan mini compo cap “PNS” kesayangannya.

“Ada apa to Mas, koq sampe teriak bikin kaget begitu ?” Tanya Jeng Arum dengan bingungnya.

“Ini lho Jeng, kaset-kaset koleksi lawas ini kan kemarin saya coba nyetel ternyata sudah nglokor karena lama tidak disetel. Kan sayang, barang kenangan yang sudah sangat sulit didapatkan lagi. Kemarin saya ingat dulu pernah baca di majalah, tips untuk mengembalikan kualitas kaset yang nglokor  itu dengan cara dikulkaskan semalam. Ternyata tips itu benar adanya, lagu-lagu kesayangan saya bisa bunyi bagus lagi.” Mas Ben bercerita dengan gembiranya.

“Oalah Mas, saya kira kenapa. Ternyata cuma gara-gara kaset to.” Kata Jeng Arum berbalik meninggalkan Mas Ben, kembali menyelesaikan tugas pengajarannya untuk putera mereka.

“Lho Jeng, lha namanya koleksi je, kelangenan yang sudah langka di pasaran. Kalau pun bisa didapatkan di tukang jual barang-barang lama, pasti kualitas fisiknya sudah tidak sebagus punya saya yang penuh perawatan kasih sayang to Jeng.” Seru Mas Ben sembari manggut-manggut mengikuti irama lagunya The Williams Brother Can’t cry hard enough itu.

“Ya sudah, yang penting jangan sampai kulkasnya rusak.” balas Jeng Arum dari ruang tengah.

“Tenang saja Jeng, kalau kulkasnya rusak nanti dibelikan baru lagi. Yang penting kaset saya awet dan bias disetel lagi hehehe.”

Mas Ben larut dalam keasyikannya bernostalgia memutar lagu-lagu kenangannya. Tak terasa hampir dua kaset telah diputarnya.

Penasaran dengan suaminya yang anteng lama tidak terdengar suaranya, Jeng Arum melongok ke dalam kamar sambil membisikkan, “Mudah-mudahan mini componya juga rusak kecapean ya Mas, biar dibelikan baru lagi yang lebih mutakhir.” Goda Jeng Arum yang disambut dengan nyonyoan bibir Mas Ben.

Demikianlah kisah Mas Ben yang menemukan kembali kebahagiaannya bersama kaset-kaset koleksi lamanya.


Salam

Ben Sadhana

DAYA PIKAT MEDIA SOSIAL

“Mas Ben, Mas Ben … kulonuwun.”

Mas Ben yang tengah berbagi ceria dengan Gus Atya dan Jeng Arum, bangkit menuju pintu depan. Disibaknya kecil kerai yang menghiasi jendela dan diintipnya pemilik suara. Tampak Lik Promo dan Bu Guru Retno di seberang pagar rumahnya.

“E eh Lik Promo dan Bu Guru Retno, silakan masuk … monggo.” Songsong Mas Ben.

“Maaf Mas Ben, kami datang mau mengganggu.” basa-basi Lik Promo disertai senyum manis Bu Guru Retno.

“Ah, sampeyan itu koq ya. Wong saya juga sedang santai-santai bermain sama anak lanang.” Jawab Mas Ben.

Tamunya Mas Ben, mendudukkan diri mereka di kursi Mas Ben yang sederhana namun klasik dan cekli itu.

“Begini Mas Ben, langsung saja ya. Ndak apa-apa to ?” Lik Promo memulai pembicaraannya.

“Santai saja Lik, kita kan sudah seperti saudara to.” Jawab Mas Ben seraya membantu menurunkan jamuan dari nampan di tangan Jeng Arum.

“Monggo silakan lho Lik dan Bu Guru.” ujar Jeng Arum sembari mengambil tempat di sisi Mas Ben dengan Gus Atya yang mnggelayut manja di pangkuannya.

Lik Promo beringsut menggapai cangkir dan mereguknya pelan.

“Begini Mas Ben. Ceritanya adikmu Retno ini kan sedang belajar mempromosikan sanggar batik kami lewat internet blog. Katanya untuk memperkenalkan dan menarik peminat akan hasil kreasi kami.” Lanjut Lik Promo.

“Wah bagus itu Lik, sekarang kan jamannya sudah mudah. Jadi kita tidak perlu lagi menunggu peminat dengan berdiam diri. Kita bisa aktif menentukan sasaran pasar kita.” Potong Mas Ben.

“Iya Mas Ben, karena itulah saya berinisiatif membuat blog sederhana. Niatnya sih sebagai sarana untuk promosi batiknya Bapak.” Kata Bu Guru Retno  sembari melirik ayahnya.

“Cuma saya masih bingung bagaimana agar informasi dalam blog saya ini bisa sampai kepada orang banyak, dan banyak dikunjungi. Saya tahu Mas Ben pinter membuat blog, dan punya banyak kiat untuk mempromosikan blog kita.”

“Hallah, Bu Guru ini senengnya kalau memuji koq sampai melambung gitu to. Mas Ben jadi kege-eran tuh, hidungnya kembang kempis.” Goda Jeng Arum.

“Iya. Lha wong saya juga cuma iseng-iseng saja koq ngeblog itu. Yach daripada nganggur dan ndomblong ngalamun. Lagi pula lumayan bisa dapat ilmu gratis dari para blogger lainnya melalui ide-ide mereka yang dituangkan dalam tulisan di blog nya masing-masing.” kata Mas Ben sambil menepuk paha isterinya.

Sebenarnya banyak cara untuk mensosialisasikan blog / web kita. Cara paling mudah dan sederhana ya, kita rajin bersilaturahmi maya ke blog – blog lain, meninggalkan komentar simpatik. Dari situ sangat mungkin kita akan mendapat kunjungan balik. Setelah itu kita tinggal memupuk hubungan baik dengan menampilkan link mereka di blog kita, sebagai informasi kepada pengunjung kita lainnya. Banyak berpartisipasi hadir di dalam kegiatan-kegiatan berkenaan dengan blog, buka interaksi dan bertukar kartu nama.”

“Tapi hati-hati lho Bu Guru, jangan sampai ketagihan pergaulan maya. Nanti seperti Mas Ben, kalau sudah mainan internet suka lupa kalau ada isteri dan anaknya di dekatnya.” Goda Jeng Arum yang cukup menjadikan Mas Ben mlongo.

“Oh ya, moso sih Mas Ben ?” giliran Lik Promo menggoda Mas Ben.

“Ah ya ndak begitu-begitu banget Lik. Ndak usah diambil serius kata Jeng Arum. Kita lanjutkan saja lagi ya.”

Jeng Arum mencubit pinggang Mas Ben.

“Bu Guru juga bisa menghiasi blognya dengan widget-widget SEO tools untuk menarik perhatian pengunjung.”

“SEO itu apa to Mas Ben ?” Nyaris berbarengan tanya Lik Promo dan Bu Guru Retno.

“SEO itu Search Engine Optimization. Yaitu sebuah kelengkapan atau alat untuk mengukur dan membantu menaikkan popularitas blog atau web kita. Lik dan Bu Guru, bisa lihat di blog saya. Di situ ada beberapa yang bisa dipasang juga di blog batik Lik Promo. Page rank checker, page rank button, sitemeter, iwebtool, link popularity dan masih banyak lagi yang bisa diunduh secara gratis di google. Selain itu ada baiknya juga bila blog kita didaftarkan ke mesin-mesin pencari, seperti Yahoo, MSN, Google, Alexa, Technorati, Mybloglog, Networkedblog.”

Jangan lupa juga bahwa blog itu mencerminkan brand kita, jadi jangan bosan-bosannya bertukar informasi dengan para narablog lainnya untuk memberikan tampilan semenarik mungkin pada blog kita. Oh ya, ini juga sangat penting. Rajinlah mempromosikan blog atau produk kita melalui web sosialita seperti facebook misalnya.

Sama saran saya, jangan segan-segan Bu Guru dan Lik Promo membuat sayembara atau lomba blog misalnya tentang upaya pelestarian dan membudayakan batik, dengan hadiah produk batik Lik Promo untuk karya tulis terpilih.”

Lik Promo dan Bu Guru Retno terlihat manggut-manggut.

“Bagaimana Lik Promo dan Bu Guru Retno ?” tanya Mas Ben mengagetkan kedua tamunya itu.

“Wah cukup banyak juga ya ternyata ilmu blog itu, Mas Ben.” gumam Bu Guru Retno.

“Ya, ilmu itu apa pun asal baik dan dimaksudkan untuk kebaikan tidak ada habisnya. Saya saja saking semangatnya belajar internet sampai menyebabkan isteri saya ini cemburu jee.” Mas Ben terkekeh, diamini kedua tamunya.

“Lha Mas Ben jadi ndak ingat waktu kalau sudah asyik dengan internet.” bela Jeng Arum tersipu sambil mencubit keras paha suaminya.

“Oh ya Lik, kopinya koq dianggurkan. Ayo to, monggo diunjuk.” Kata Mas Ben yang ditindaklanjuti dengan seruputan kopi yang sudah tinggal hangat, oleh Lik Promo.

“Oh ya, ngomong-ngomong sudah mau masuk waktu Maghrib. Baiklah Mas Ben dan Jeng Arum, kami mohon pamit dulu. Kami sangat berterimakasih atas ilmunya. Mudah-mudahan menjadikan baik buat sanggar batik kami.” Kata Lik Promo sambil bangkit berpamitan.

“Amin. Oh ya Bu Guru Retno, saya jadi ingat. Ada satu lagi sarana promosi online yang sekarang juga sangat digemari, yaitu promosi melalui Instagram dan group – group WhatsApp, Line dan sejenisnya.” Pungkas Mas Ben sembari menjabat tangan mereka.

Mas Ben mengiringi kedua tamunya hingga pintu pagar, dan melambaikan tangannya.


[dari catatan tanggal 15 Februari 2010]

 

Salam

Ben Sadhana

YOGYAKARTA MINIATUR INDONESIA (JOGJA ISTIMEWA)

Dear Pembaca,


 

Waktu sebenarnya masih pagi, masih jauh sebelum menyentuh siang. Namun suasana di Jalan Magelang sudah demikian padatnya dipenuhi oleh kendaraan, laju kendaraan tidak bisa lebih dari 10 km per jam sungguh menguji kesabaranku. Satu hal yang paling membuatku lupa sabar adalah bila terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Dan kenapa ini harus kualami hari ini, di kota kelahiranku sendiri – Hufff. Aku cuma bisa mengumpat pelan. Isteriku yang melihat perubahan ekspresi wajahku, “Sudah to, dinikmati saja. Justeru karena macet anak kita jadi senang bisa melihat banyak mobil yang dipamerkan sepanjang jalan ini.” Tangannya mengelapkan tissue ke wajahku, mengusap peluh yang meleleh di pelipisku. Lanjutnya “Lagipula, kalau sepi lancar terus kan namanya ndak ada pertumbuhan di Jogja kita.” Dalam hatiku, benar juga apa yang dikatakan isteriku.

Sejak 1995 saat aku meninggalkan kota Jogja, mengejar rejeki di luar Jogja sekaligus menjemput jodoh di sana, memang Jogja sekarang sudah banyak sekali perubahan. Perubahan ke arah modernisasi. Pertumbuhan hotel berbintang bak jamur di musim hujan, namun dengan tidak mengurangi eksotika asli nuansa Jogja. Budaya dan suasana asli Jogja tetap dipertahankan, sehingga menjadikan Jogja tetap menyimpan daya pesonanya dengan terus memicu animo pelancong domestik maupun mancanegara untuk mengunjunginya.

Dalam perjalanan sejarahnya, banyak peristiwa penting yang menyertai termasuk tokoh – tokoh besar di belakangnya tercatat di Jogja. Sejarah ketatanegaraan sudah dimulai dari sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I seiring berdirinya Keraton Yogyakarta paska perundingan perdamaian Gianti tahun 1755, fungsi Nayoko melalui Kenayakan telah diatur hal – hal terkait urusan dalam dan luar Keraton, mulai soal yayasan dan pekerjaan umum, hasil dan keuangan, agraria dan praja, dan pertahanan. Sistem ini terus berlanjut dipertahankan demi melestarikan budaya di Keraton Yogyakarta. Dalam masa pergerakan pun Jogja mencatatakan peristiwa – peristiwa penting, sejak mulai dijadikannya sebagai Pusat Pemerintahan (Ibukota Negara) sementara, hingga saat peristiwa agresi militer, kesakaralan Keraton begitu difahami oleh pasukan Belanda yang tidak berani merangsek masuk melangkahi benteng tubuh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, meski tahu di dalamnya ada bersembunyi para pejuang dan juga isteri dan anak – anak Jenderal Besar Sudirman sang Panglima tertinggi TKR. Sebuah pengakuan yang absolut betapa istimewanya Jogja dengan Kekuasaan Keraton dan Sultannya.

Pulang ke kotamu / ada setangkup haru dalam rindu / Masih seperti dulu / Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna / … Terhanyut aku akan nostalgi / Saat kita sering luangkan waktu / Nikmati bersama / Suasana Jogja. – Vokal merdu Katon Bagaskoro melantunkan lagu Yogyakarta cukup menjadi penyejuk bagi kami yang masih di dalam kemacetan lalu lintas. Hhhm, suasana Jogja bagaimanapun selalu ngangeni. Harus kuakui banyak hal istimewa yang menjadikan Jogja menjadi special. Pembangunannya yang terus menggeliat menata diri menjadikan Jogja semakin elok mengundang penasaran kepada siapapun untuk bisa menginjakkan kakinya meski sekedar mengambil foto diri di bawah plang papan warna hijau yang menunjukkan sedang berada di Jl. Malioboro, atau menikmati segala pesona kulinernya dan pariwisatanya. Catat saja Gudeg, sayur nangka kering yang begitu fenomenal. Juga Bakpia Patok yang meski di kota lain ada tetap saja menjadikan sensasi tersendiri apabila di dalam kabin pesawat ataupun kereta api terlihat tangan menenteng kardus bertuliskan bakpia patok, penanda oleh – oleh dari Jogja.

Lagu Yogyakarta masih mengalun menghibur perjalanan kami mengurai macet Jalan Magelang. Di detik ini rasa kesalku karena macet berangsur sudah kulupakan, berganti dengan rasa bahagia dan syukur karena menjadi orang Jogja. Jogajaku sekarang dengan segala permasalahanya, kuanggap wajar dan sah – sah saja bila pembangunan selalu melahirkan pro dan kontra dari para pihak berkepentingan. Mulai dari penataan area pedestrian sepanjang Jl. A. Yani – Malioboro yang sarat pendekatan dan negosiasi, toh akhirnya juga terealiasasi dengan damai. Malioboro menjadi indah. Pejalan kaki lebih nyaman menikmati trotoar tanpa gangguan terhalang parkiran sepeda motor.

Dalam kemacetan kulihat seorang anak pedagang koran, kubeli satu darinya. Masih dapat kembalian karena sudah siang kata si loper – uang kembalian yang ditukar oleh isteriku dengan minuman sari buah dalam kemasan, yang diterimanya dengan sukacita. Kuangsurkan koran ke isteriku, memintanya membacakan barangkali ada berita penting. Ya, mungkin saja ada berita prestisius baru tentang Jogja yang masa kini  pemerintahannya di bawah Sri Sultan Hamengku Buwono X, untuk penataan kota dibantu oleh walikotanya dan para bupati.

“Kok lama, mampir mana saja.” Kata Bapak menyambut kami yang baru tiba, seraya menangkap tubuh kecil putra kami, yang langsung menemukan kenyamanan di gendongan Kakungnya.

“Macet di Jl. Magelang.” Jawabku singkat, sambil kuhempaskan tubuhku ke bangku di teras.

“Jogja sudah beda banget sekarang ya Pak.” Kata isteriku.

“Jogja sekarang rame banget, aku saja suka aras-arasen kalau ibumu minta diantar keluar naik motor.” Kata bapak, “Mata tuaku dan kegesitanku sudah kurang banget, suka gruyah gruyuh kalau naik motor mbongcengkan ibumu.” Lanjut bapak sambil terkekeh.

Kuraih koran yang baru kubeli, kutemukan sebuah judul “Ziarah Raih Penghargaan Film ASEAN Berkat Nenek Gunung Kidul.” Dalam berita ini disebutkan Ziarah diganjar penghargaan Best Screenplay dan Special Jury Award di Kuching, Serawak, Malaysia. Malam penganugerahan AIFFA berlangsung di Pullman Hotel, 1A Jalan Mathies, Kuching Serawak, Malaysia pada Sabtu, 6 Mei 2017 – Indonesia keangkat nih, batinku. Mau tidak mau menjadi Jogja menjadi Indonesia, kebanggaanku semakin penuh menjadi Jogja sudah pasti menjadi Indonesia. Apa yang orang ketahui dan temukan di Jogja, kalau baik menjadikan Indonesia baik, demikian pun jika kesan Jogja jelek maka tidak baik pula kesan Indonesia.

Aku teringat dengan klipingku tentang Jogja, potongan artikel tentang Jogja, tentang prestasinya. Kubuka album klipingku yang tersimpan di data telepon genggamku. Berbagai prestasi dan penghargaan – nasional / internasional – yang pernah diraih Jogja diantaranya, dan masih banyak lainnya :

  1. Daerah Istimewa Yogyakarta meraih penghargaan Anugerah Pangripta Nusantara 2017 dalam kategori provinsi dengan perencanaan terbaik dari Kementerian PPN/ Bappenas. Yogyakarta berhasil meraih nilai baik memenuhi 12 kriteria yang meliputi keterkaitan, konsistensi, kelengkapan dan kedalaman, keterukuran, inovasi kebijakan, proses perencanaan teknokratik, proses perencanaan politik, inovasi proses dan program daerah, tampilan dan materi presentasi, serta kemampuan presentasi dan penguasaan materi.
  2. Kota Gudeg dinobatkan sebagai Kota Terbaik dalam bidang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Penghargaan diberikan oleh International Council For Small Business (ICSB) award 2016.
  3. Program modernisasi pengadaan di Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kota Yogyakarta memperoleh apresiasi internasional yaitu dari Millenium Challenge Corporation yang berpusat di Amerika Serikat. MCC mengapresiasi Yogyakarta melalui Unit Layanan Pengadaan yang dimiliki bisa menjadi salah satu contoh atau model pengembangan sistem pengadaan yang efektif dan efisien.
  4. Pemkot Jogja menerima penghargaan di bidang pariwisata sebagai The Best Performance kategori Gold yang diberikan oleh Menteri Pariwisata RI, Dr Ir Arif Yahya MSc dalam acara Travel Club Tourism Award (TCTA), Kamis malam 20/11/2014 di Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah.

Isteriku yang melihatku mesam – mesem mengamati ponselku, mengetahui apa yang kubaca – kakinya diketukkan ke kakiku. “Kenapa ?” Tanya bapak yang melihat ulah isteriku.

“Ini Pak, Mas Ben tadi ngedumel terus mengeluhkan macet.” Jawab isteriku menggodaku.

“Kamasmu yo ncen begitu, ora sabaran.” Kata bapak yang memicu tawa kami bertiga. Ibu kami yang mendengar keriangan di teras, menyusul keluar bergabung.

“Ada apa ini, kok sepertinya gayeng banget, kedengaran dari dapur.”

“Anak lanang, jarene getun dadi wong Jogja, dalane macet.” Bapak berkelakar.

“Halah kok reko – reko. Mereka itu para turis, belum sah ngaku sudah ke Indonesia kalau belum ke Jogja.” Kata ibu sambil balik kanan kembali masuk meneruskan rapi – rapi dapur, isteriku mengikutinya.

Ya, memang benar rupanya. Menjadi Jogja berarti menjadi Indonesia. Karena semua budaya Indonesia berkumpul ruah di Jogja. Provinisi dengan kultur dan religi beragam di dalamnya, tetapi tetap mampu merayakan perbedaan dalam keharmonisan dengan damai yang menentramkan semua penghuninya; baik penduduk maupun para pendatang dan wisatawan.

Sekali lagi, menjadi Jogja berarti menjadi Indonesia, karena Jogja Istimewa.

 


Salam

Ben Sadhana